Logo Chandra Asri
hujan asam adalah

29-11-2025

Definisi Hujan Asam & Dampaknya bagi Lingkungan dan Manusia

Tahukah Anda bahwa salah satu dampak dari emisi gas rumah kaca yang semakin memburuk adalah munculnya hujan asam? Hujan asam adalah jenis hujan yang mengandung polutan dan dapat mengganggu kesehatan manusia. 

Lantas, apa penyebab hujan asam dan bagaimana proses pembentukannya? Untuk menemukan jawabannya, simak artikel ini hingga akhir!

Apa Itu Hujan Asam?

Hujan asam adalah istilah luas untuk menjelaskan bentuk presipitasi (proses jatuhnya embun air di atmosfer ke Bumi) dengan komponen asam yang jatuh dari atmosfer dalam bentuk kering atau basah. Hujan asam tidak selalu berbentuk rintik hujan, tetapi juga bisa berbentuk kabut, salju, atau bahkan debu asam. 

Secara umum, hujan asam terbentuk dari bulir-bulir air yang sangat asam akibat terpapar emisi udara, seperti asam sulfat atau asam nitrat, yang dihasilkan oleh proses manufaktur dan kendaraan bermotor. 

Hujan asam atau deposisi asam terbagi menjadi dua jenis, yaitu deposisi basah dan deposisi kering. Ciri-ciri deposisi basah adalah terjadinya presipitasi. Proses ini menghilangkan asam di atmosfer dan memindahkannya ke permukaan Bumi dalam bentuk hujan, salju, atau kabut. 

Sementara itu, jika tidak ada presipitasi, proses tersebut dinamakan deposisi kering. Deposisi kering umumnya berbentuk asap atau debu yang menempel di permukaan Bumi. 

Pada bulan September 2025, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menganalisis sampel air hujan di sejumlah kawasan di Indonesia. BMKG membagi kategori kimia air hujan menjadi enam, di antaranya:  

  • >7: pH basa. 
  • 6,1–7: Kimia air hujan sangat baik dan cenderung netral. 
  • 5,6–6: pH air hujan ideal. 
  • 4,1–5,5: Hujan asam.
  • 3–4: Hujan asam tinggi.
  • < 3: Hujan asam ekstrem.
Pemantauan Kimia Air Hujan September 2025

Dari delapan sampel air hujan, hanya satu sampel yang mengindikasikan pH air hujan ideal, yaitu wilayah Kenten, Sumatera Selatan. Sementara itu, tujuh wilayah lainnya berpotensi hujan asam, dengan rentang pH mulai dari 4,16 hingga 5,42. 

Proses Terjadinya Hujan Asam

Hujan asam dapat terbentuk ketika sulfur oksida dan nitrogen oksida terbawa oleh aliran udara dan angin hingga sampai ke atmosfer. Kemudian, sulfur oksida dan nitrogen oksida bereaksi dengan air, zat kimia lain, serta oksigen. 

Lalu, reaksi kimia tersebut menghasilkan asam sulfat dan asam nitrat. Asam-asam tersebut bercampur dengan air dan zat lain sebelum jatuh ke permukaan Bumi sebagai hujan, kabut, atau salju. 

Kandungan asam pada air hujan membuat pH-nya lebih rendah dari pH hujan normal sehingga disebut hujan asam. Angin bisa membawa sulfur oksida dan nitrogen oksida jauh dari tempat asal emisi sehingga bisa berdampak ke lokasi-lokasi lain. 

Baca juga: Net Zero Emissions: Solusi Global untuk Lestarikan Bumi

Penyebab Hujan Asam

Penyebab Hujan Asam

Penyebab utama hujan asam adalah nitrogen dioksida dan sulfur dioksida yang terlepas ke udara akibat pembakaran energi fosil. Meski begitu, aktivitas alam juga bisa melepaskan kedua zat tersebut, misalnya letusan gunung berapi. 

Polutan-polutan tersebut umumnya dikeluarkan oleh industri dan kendaraan bermotor. Kemudian, mereka terbang ke atmosfer, bahkan hingga jauh dari asal emisi. Polutan yang bercampur dengan kelembapan awan menciptakan hujan asam.

Itulah mengapa kini banyak industri kini sudah menggunakan pembakar rendah nitrogen oksida untuk mengurangi jumlah polutan ini. Tidak hanya itu, pabrik-pabrik juga mulai menggunakan bahan bakar rendah sulfur dan memanfaatkan scrubber untuk membersihkan gas buang (gas sisa kegiatan manufaktur pabrik). 

Untuk kendaraan bermotor, saat ini banyak yang sudah menggunakan onboard diagnostic (OBDII) untuk memberitahu pengemudi jika kontrol emisi mengalami kendala. Lalu, sejumlah mobil juga sudah bisa menggunakan bahan bakar rendah sulfur sehingga mengeluarkan lebih sedikit polutan. 

Baca juga: Apa itu Efisiensi Energi? Ini Manfaat dan Contohnya

Dampak Hujan Asam

Dampak Hujan Asam

Hujan asam dapat memberikan dampak bagi lingkungan dan manusia. Adapun dampak hujan asam adalah sebagai berikut:

1. Mencemari Sungai dan Danau

Tingkat keasaman yang tinggi dapat mempercepat perubahan merkuri elemental menjadi methyl mercury. Jenis merkuri ini sangatlah mematikan karena merupakan racun neurologis. 

Perubahan ini biasanya terjadi di rawa-rawa dengan tingkat oksigen yang rendah. Hewan sungai dan danau mungkin memakan fitoplankton atau zooplankton yang terkontaminasi methyl mercury.

Lalu, prosesnya berlanjut pada rantai makanan hingga sampai ke manusia sehingga dapat mengganggu kesehatan. 

Selain menciptakan merkuri berbahaya, hujan asam juga mengganggu siklus reproduksi biota sungai. Proses pengasaman dapat menghasilkan aluminium. Hal ini dikarenakan tanah lempung dan bahan organik dalam tanah sejatinya mengandung muatan negatif.

Muatan ini, jika tanah tidak bersifat asam, akan diimbangi dengan muatan positif pada nutrisi tanaman tertentu, misalnya kalium dan magnesium. 

Namun, ketika tanah bersifat asam, konsentrasi non-nutrisi lainnya, seperti aluminium dan hidrogren, akan meningkat serta menggeser nutrisi tersebut. Dalam keadaan tidak asam, alumunium memang bisa terbentuk di partikel tanah. 

Walau begitu, semakin naiknya tingkat keasaman tanah, tanah lempung akan mulai larut dan melepaskan aluminium yang mudah larut ke tanah. Ketika menjadi air lindi di tanah, air ini akan mengalir ke sungai dan danau. 

Air lindi beraluminium ini meningkatkan akumulasi aluminium di permukaan insang ikan, yang kemudian meningkatkan sekresi lendir pada insang dan menyumbatnya. Akumulasi tersebut juga membuat tubuh ikan lebih asam, mengakibatkannya rentan mati.

2. Melemahkan Ekosistem Hutan

Hujan asam dapat membuat pohon-pohon menjadi lebih rentan terhadap tekanan lingkungan sehingga lebih cepat mati ketika terserang infeksi patogen, serangan serangga, dan kekeringan. Akibatnya, kerusakan hutan bisa meluas serta merusak ekosistem hutan dan air di sekitarnya. 

3. Merusak Bangunan 

Deposisi asam juga dapat merusak bangunan. Biasanya, bangunan dengan bahan kapur atau marmer akan lebih mudah terdampak. Ketika hujan asam mengenai patung berbahan kapur, bahan tersebut akan berubah menjadi gypsum yang mudah larut oleh air. 

Alhasil, patung tersebut akan lebih mudah keropos atau roboh. Bahkan, hujan asam juga bisa langsung melarutkan marmer dan batu kapur dengan kontak langsung. Tidak hanya kapur dan marmer, hujan asam juga bisa merusak bangunan dari batu serta mengorosi logam. 

4. Mengganggu Kesehatan Manusia

Terkena hujan asam tentunya lebih berbahaya dibandingkan dengan hujan normal karena polutan yang dikandungnya dapat mengganggu kesehatan. 

Partikel polutan bisa terhirup dan menyebabkan gangguan pernapasan hingga serangan jantung. Air hujan yang merembes ke dalam tanah juga bisa mengorosi pipa air sehingga air konsumsi masyarakat bisa terkontaminasi tembaga dari pipa air dan menyebabkan penyakit serius. 

Demikian informasi tentang hujan asam yang bisa dipelajari. Hujan asam memberikan dampak yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan upaya agar hujan asam tidak terjadi. 

Salah satu upaya mengurangi potensi hujan asam adalah menekan emisi karbon. Chandra Asri Group sebagai perusahaan solusi kimia, energi, dan infrastruktur terkemuka di Asia Tenggara melakukan sejumlah inisiatif untuk mengelola kadar emisi agar sesuai dengan batas yang ditetapkan, di antaranya:

  • Melakukan program efisiensi energi untuk mengurangi konsumsi bahan bakar. 
  • Meminimalkan pembakaran. 
  • Menggunakan pembakar rendah nitrogen oksida. 
  • Mengurangi gas VOC dengan Program Deteksi dan Perbaikan Kebocoran.
  • Memantau tingkat nitrogen oksida dengan Sistem Pemantauan Emisi Berkelanjutan.
  • Menggunakan teknologi suar tanpa asap (Enclosed Ground Flare).
  • Menggunakan pengendali elektrostatik untuk mengurangi emisi partikulat. 

Jadi, Chandra Asri Group sebagai #YourGrowthPartner tidak hanya mengutamakan kualitas produk dan layanan, tetapi juga tanggung jawab terhadap lingkungan. 

Baca juga: 7 Solusi Pemanasan Global untuk Tekan Perubahan Iklim