.jpg&w=3840&q=75)
19-12-2025
“Kalau tidak ada Chandra Asri, gak tau lah gimana nasib Lembur Mangrove ini.” Kalimat itu diucapkan Deden sambil menatap ke arah hutan mangrove yang mulai menutup kembali celah-celah lumpur. Suaranya pelan, namun sarat rasa syukur yang tidak bisa disembunyikan. Seolah setiap kata yang keluar membawa kembali ingatan tentang masa ketika harapan hampir padam.
Tak banyak yang tahu, sebelum perubahan ini terjadi, Deden pernah berdiri sendiri melawan berbagai macam kendala mulai dari sampah kiriman, jalur trekking yang lapuk, dan semangat warga perlahan memudar. Hari ini, Deden dikenal sebagai wajah dari kebangkitan Lembur Mangrove Patikang.
Beberapa tahun lalu, Kawasan ini jauh dari kata nyaman. Setiap pagi, sampah kiriman datang seperti gelombang tak berujung. Mulai dari botol plastik, styrofoam, serpihan jaring, Semuanya menumpuk di akar mangrove. Pengunjung mulai jarang datang dan warga sekitar mulai menyerah mengurus desa wisata tersebut.

Namun tidak dengan Deden. Pria paruh baya itu terus menyapu jalur seorang diri ketika yang lain berhenti melangkah. Ia terus menanam mangrove, meski gelombang kerap menggerus bibit-bibitnya. “Jadi ya kalau bukan kita, siapa lagi yang mau jaga?” Ucap Deden. Di balik keteguhan itu, Deden sadar bahwa semangat saja tidak cukup. Lembur Mangrove Patikang membutuhkan sistem, dukungan dan terobosan nyata.
Di titik itu, PT Chandra Asri Pacific Tbk. (Chandra Asri Group) hadir sebagai mitra melalui Program Rangkai Asri. Sebagai Perusahaan Solusi Energi, Kimia, dan Infrastruktur terkemuka di Asia Tenggara, Chandra Asri Group datang bukan hanya membawa bantuan, tetapi juga pendekatan baru mengelola desa wisata berbasis keberlanjutan.

Deden masih ingat hari pertama tim Corporate Shared Value (CSV) Chandra Asri group. datang. “Mereka tanya apa yang paling susah,” kenangnya.
“Saya jawab, sampah dan jalur yang gampang rusak.”
Dari dua persoalan itu, perubahan besar dimulai. Chandra Asri Group menghadirkan Eco-Track dari Pallet Plastik Daur Ulang. Jalur trekking yang dulu cepat lapuk diganti dengan material pallet plastik bekas perusahaan yang lebih kuat, tahan cuaca, mudah dibersihkan.
“Baru kali ini saya lihat wisatawan jalan tanpa rasa takut,” Ujar Deden tersenyum.
Tak berhenti sampai di Chandra Asri Group juga memanfaatkan pipa bekas operasional perusahaan dan merakitnya menjadi perangkap sampah yang efektif. Inovasi sederhana namun berdampak.
Setiap pagi, Deden memeriksa alat itu, rutinitas kecil namun penuh makna. “Banyak sekali sampah yang nyangkut. Kalau tidak ada ini, semuanya masuk ke mangrove,” ujarnya sambil mengangkat kepingan sampah yang tertahan di dalamnya.
Di Lembur Mangrove Patikang ini, Sampah plastik yang dulu dianggap tak bernilai kini menjadi papan dan balok. Material itu digunakan untuk fasilitas edukasi dan penunjang wisata. Dari masalah, lahir solusi.
Selain menjaga mangrove, Deden juga menjadi mentor bagi warga melalui Bank Sampah dan KSM Lebak Buah Berseri. Ia mengajari mereka cara memilah, mengumpulkan, menyetor, hingga mengolah sampah bersama bank sampah desa. Perlahan, perubahan terasa nyata. Sampah tidak lagi menumpuk di sungai, karena telah berkurang sejak dari rumah. “Dulu masyarakat pasrah. Sekarang mereka bangga,” ujarnya.
Dampak perubahan itu tidak hanya terlihat visual. Alam pun seolah bercerita. Hasil pemantauan biodiversitas menunjukkan tutupan mangrove telah mencapai 78,5% kategori baik. Sebanyak 33 jenis burung kembali menghuni Kawasan ini, termasuk spesies yang dilindungi. Bahkan, jejak berang-berang cakar kecil Asia satwa yang masuk CITES Appendix I, muncul di tepi sungai, seakan memberi salam pulang.

Hadirnya eco-track dan perangkap sampah mengubah Patikang bukan hanya secara fisik, tapi juga sosial. Pokdarwis Putri Gundul yang dulu sempat letih kini menemukan kembali energinya. Mereka membersihkan jalur bersama, memandu wisatawan, dan mengelola ruang edukasi mangrove yang semakin ramai dikunjungi.
Bagi Deden, Program Rangkai Asri bukanlah garis akhir, melainkan awal perjalanan panjang. Ia bermimpi lebih banyak bibit mangrove bisa tumbuh menutupi pesisir ekowisata berkembang dengan bijak dan warga makin mandiri, terutama dalam pengelolaan sampah.
Lebih daripada itu, harapan terbesarnya sederhana, namun bermakna: anak-anak Patikang dapat tumbuh dengan keyakinan bahwa desa mereka punya masa depan yang layak diperjuangkan.

Perjalanan Patikang ini adalah kisah tentang seorang pria sederhana yang memilih untuk bertahan ketika banyak yang pergi. Ia percaya sungai bisa kembali jernih, mangrove bisa tumbuh lagi, dan kampung kecil di pesisir bisa berdiri lebih kuat jika ada yang setia menjaganya.
Di setiap eco-track yang dilalui, setiap bibit mangrove yang bertahan hidup, dan setiap sampah yang berhasil dihentikan sebelum masuk ke Sungai, di sana selalu ada jejak langkah Deden.
Sosok yang membuat Patikang hidup kembali. Sosok yang menjadikan harapan benar-benar berakar.